Rabu, 08 Februari 2012

Kisah Tie Pat Kay Dan Sun Go Kong

 Kisah Tie Pat Kay Dan Sun Go Kong
     Lemaslah Pat Kay dan Go Kong. Bahkan Pat Kay langsung tidur telentang dan menendang-nendangkan kaki tangannya seperti anak kecil yang merajuk dan terus menangis, sementara Go Kong tertunduk lesu. Ia mencerna semua kalimat gurunya dengan tenang dan mampu melihat kebenaran yang tersembunyi dibalik nasehat itu. Apalah arti dirinya dengan kekuasaan Sri Paduka yang demikian besarnya? Kalau dia harus merusak Bumipun, apakah yang akan ia dapatkan dari perbuatan seperti itu? Andaikata dia hajar manusia Bumi dan setengah darinya mati tercabik-cabik, apakah yang akan ia dapatkan sesudahnya? Bukankah penyakit akan meraja-lela dan komunitas anak buahnya sendiri yang terancam? Ia menghela nafas panjang berkali-kali, mengusir hawa marah yang sudah menutupi seluruh syaraf tubuhnya. Tiba-tiba ia mendengar gurunya berbicara: “Pat Kay, bangunlah! Mari kita tengok situasi Bumi!”
    Pat Kay bangun dengan masih sesenggukan dan mereka bertiga terbang menuju Bumi. Pendeta Tong sengaja tidak membawa Pat Kay dan Go Kong ke negeri Arab karena dari penglihatannya yang tajam ia bisa melihat bahwa disana banyak anak buah Pat Kay yang dibantai. Ia mengajak mereka menuju Indonesia yang maha santai. Ia tahu pasti: penduduk Indonesia itu dalam hal tertentu luar biasa hebat. Coba saja tengok: di tengah wabah flu burung yang mengganas, mana ada yang panik seperti di Meksiko atau Amerika dan Negara-negara lain di dunia? Rata-rata cuek dan santai, seperti tak ada masalah yang luar biasa, semua berjalan seperti biasa: tak ada yang hidungnya ditutup-tutupi masker, yang mati ya biar mati, yang ribut ya biar ribut sendiri, gimana nasib aja. Ke negeri seperti itulah pendeta Tong sambil tersenyum-senyum mengajak muridnya pergi.Sesampainya di atas Indonesia, pendeta Tongpun mulai mengajak muridnya ngobrol.“Coba lihat negeri itu. Mana ada yang ribut seperti ceritamu, Pat Kay? Semua tenang-tenang aja, kan? Para anak buahmu juga tak banyak yang dibantai, kecuali memang untuk makanan bagi yang suka dagingnya. Wajar aja, kan? Tugasmu kan juga pensuplai daging?”“Kalau untuk kebutuhan makanan, sih, hamba rela, Guru, tapi kalau dibantai untuk dimusnahkan semuanya karena dianggap biang keladi kehancuran, hamba sungguh tak rela. Tapi hamba bisa mencium aroma unggas yang dibantai. Mungkin negeri ini lebih banyak terserang flu burung. Tapi memang negeri ini aneh, kok rakyatnya tenang-tenang aja? Apa mereka memang kuat imannya, Guru? Tak takut mati?”“He..he..he.. Ada dua alasan, Pat Kay: Pertama, mungkin benar mereka kuat imannya dan percaya sepenuhnya pada pemeliharaan Sri Paduka. Yang kedua, mungkin mereka hidupnya sudah amat susah dan tak mau disusahkan lagi oleh kejadian apapun juga. Jadi mereka berprinsip: kalau mau mati ya mati aja, hidup juga ga gampang kok, mati belum tentu lebih ga enak. Apa yang akan terjadi, terjadilah!”“Wah.., itu sih frustrasi dan apatis namanya, Guru. Ga baik kalau sikapnya seperti itu, seperti kurang menghargai berkah kehidupan dari Sri Paduka.“Ya.., sih, mungkin sudah capai dan belum tersentuh pencerahan yang memadai, termasuk dari segi ekonomi maupun tatanan bernegara. Semuanya masih serba bolong-bolong: banyak korupsi, kemiskinan, kebodohan, dan macam-macam lagi. Semuanya membentuk lingkaran setan yang susah diurai. Para petingginya banyak berebutan kekuasaan bukan untuk membela rakyatnya yang menderita, tapi lebih banyak yang bermaksud mau menyelamatkan hartanya yang luar biasa banyaknya agar tidak diutak-atik darimana asalnya. Sebagian lagi bertujuan untuk mencari proyek di sana, maka dalam pemilu legislatif selalu banyak calon-calonnya yang mengadu untung dengan cara yang tak ada bedanya dengan judi. Bisa dibayangkan, dalam negeri seperti ini, apa yang akan terjadi ketika mereka-mereka itu menjabat? Sistem perekrutan pejabat tingginya sangat kacau, dan rakyat selalu dihadapkan pada pilihan yang tak mereka mengerti. Ketika mereka masuk ke bilik pemilu, mereka banyak yang terlongong-longong mencermati nama-nama calon yang sama sekali mereka tak tahu orangnya. Dalam praktek sehari-haripun akan selalu sering terjadi jegal-menjegal, kutuk-mengutuk, bantai-membantai, rayu-merayu dan macam-macam tindakan absurd lainnya, baik secara terang-terangan kasar maupun konspirasi tingkat tinggi diantara semua pelakunya. Kasihan rakyatnya. Mereka sesungguhnya sudah amat capai dan mulai apatis.”
    Tiba-tiba Sun Go Kong terkesiap kaget. Mereka tiba di atas hutan yang gundul dan tebangan kayu berserakan dimana-mana.“Guru, apa yang mereka perbuat? Bagaimana nasib anak buah hamba bila tempat tinggalnya diporak-porandakan seperti itu?”Sun Go Kong baru selangkah mau melesat menuju tempat tersebut, tapi pendeta Tong memegang ekornya dari belakang.“Sabar, Go Kong. Jangan membuat onar di Bumi. Ingat peristiwa di Khayangan dahulu: Semua kamu labrak dan akhirnya menyusahkan kamu sendiri. Jaga emosimu, karena kalau tidak, maka tindakanmu akan sama buruknya dengan para perusak lingkungan dan kroni-kroninya itu. Aku akan malu mempunyai murid sepertimu.”Sun Go Kong mengurungkan niatnya, tapi kegelisahannya tak bisa disembunyikan.“Guru, tolonglah selamatkan para anak buahku. Lama-lama mereka akan punah kalau tempat tinggalnya digusur seperti itu.”Pendeta Tong menghela nafas dalam-dalam. Hatinya amat sedih melihat keserakahan umat manusia yang telah mengeksploitir alam sampai sedemikian rupa rusaknya. Pantaslah kalau Sri Paduka sendiri sampai sedemikian marah dan mengijinkan banyak bencana terjadi di Bumi. Ia tak bisa menolak permintaan Go Kong.“Baiklah, segera kumpulkan anak buahmu dan kita terbangkan ke tempat lain.”Dengan amat semangat Sun Go Kong bersuit nyaring dengan frekwensi amat tinggi. Para monyet terperanjat mengenali suara junjungannya. Mereka berhamburan cepat sekali mencari datangnya arah suara. Dalam sekejap ribuan monyet telah berkumpul di lapangan yang telah gundul. Pendeta Tong, Sun Go Kong dan Pat Kay bergerak cepat menerbangkan seluruh monyet dan semua binatang lainnya ke hutan yang masih asri. Bersuka-citalah seluruh isi hutan. Mereka ibarat rakyat jelata tak berdaya yang mendapat pertolongan dari pemimpin yang kuat dan bijaksana!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar