Tuntutan buruh dinilai pengusaha terlalu tinggi
Kapan buruh merasa sejahtera karena upahnya? Selama ini, buruh selalu
ditempatkan sebagai pihak yang daya tawarnya rendah sedangkan pengusaha
sebaliknya.
Tercapainya penetapan upah buruh selalu menempuh jalan berliku. Unjuk
rasa berkali-kali dengan pengerahan anggota sampai puluhan ribu digelar
untuk menekankan tuntutan kenaikan upah. Tentu aksi-aksi seperti itu
tidak disukai kalangan pengusaha karena produksi menjadi terhenti.
Belum ditemukan penyebabnya, mengapa sengketa besaran upah antara buruh
dan pengusaha di Indonesia tidak bisa diselesaikan secara tuntas. Memang
beberapa kali tercapai kesepakatan, namun sifatnya hanya sementara yang
mengakibatkan kerugian pada semua pihak.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengesahkan
penetapan upah minimum kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat melalui SK
Gubernur Nomor 561/Kep.1405-Bansos/2012 di Bandung, Rabu malam
(21/11), namun Aspindo menolaknya karena menilai cacat hukum. Alasannya,
ada beberapa daerah yang merevisi nilai ajuan UMK tanpa menempuh
prosedur yang benar.
Penetapan upah yang pada awalnya sudah disepakati berbagai pihak
termasuk Dewan Pengupahan setempat, ternyata tidak bisa diterima oleh
kalangan pengusaha, terutama kelas menengah ke bawah. Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Aspindo) telah sepakat untuk menempuh jalur hukum, sedangkan
kalangan buruh meminta agar proses tersebut tidak ditempuh oleh
pengusaha. Jika pengusaha menempuh prosedur hukum maka masalah penetapan
upah buruh akan menjadi berkepanjangan.
Dalam penetapan upah buruh, pemerintah berperan untuk mempertemukan
kepentingan kedua belah pihak agar terakomodasikan. Namun, selama ini
pemerintah terkesan tidak netral dan justru ikut bermain. Terbukti
dengan adanya sisi gelap yang tetap dibiarkan, yang oleh pengusaha biasa
disebut biaya siluman dimana pengusaha harus membayar biaya-biaya
tambahan kepada berbagai pihak, terutama saat menyelesaikan perizinan.
Jika pemerintah bersikap tegas menghilangkan biaya-biaya siluman yang
jumlahnya tidak sedikit, tentu persoalan upah buruh tidak akan rumit
seperti sekarang. Pemerintah boleh menepis adanya biaya siluman ini,
namun para pengusaha tentu mempunyai bukti-buktinya.
Pemerintah tidak boleh membiarkan sengketa upah buruh setiap waktu bisa
dijadikan alasan terjadinya unjuk rasa buruh yang jelas-jelas merugikan
semua pihak. Sebenarnya tidak ada hal baru dalam sengketa upah buruh.
Tuntutan buruh dinilai pengusaha terlalu tinggi sehingga berat
terpenuhi, sedangkan buruh merasa upah yang diterima selama ini tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar